26.10.08

story

Samarinda, 19 October 2008, Minggu

Sore itu, N berkunjung, hari Minggu, saat semua penghuni rumah mungil ini komplit. Dia sudah biasa berada di rumah, bahkan dianggap biasa saat minta makan, buang air besar dan melihat kelakuan penghuni rumah yang aneh-aneh ini.

Kali ini ia membawakan kami makanan dan es buah, cukup membuat makhuk-makhluk ini kembali memamahbiak. Kebiasaan yang sulit diatur. Walaupun beberapa kali kuingatkan diriku untuk berhenti, karena semua keinginan untuk mengunyak itu, dapat merusak rencana menguruskan badan ini. Atau mungkin aku sedang berusaha meninggikan badan. Tapi beberapa hari ini aku tidak pernah minum susu lagi. Takut angka di timbangan kembali membuat bola mataku keluar.

Kemudia, di sela-sela keinginan N untuk pulang, dia membahas teman-teman di tempat ia bekerja, membahas masalah yang menimpa teman-temannya. N menyebut salah satu diantara temannya mengalami nasib yang persis dengan sinetron.

Dengan keluarga yang hancur-hancuran, ibunya dimadu, ayahnya sering memukuli ibunya dan pacarnya yang ternyata sudah hamil dua bulan. Saya tidak bias berkata apapun, selama dia bercerita. Yah…memang apa yang harus kukatakan.

Apa aku harus berkata “Ya...hidup orang memang macam-macam”,sesaat itu juga hatiku menjerit,”begitu juga hidupku”.

Selama dia bercerita, dia selalu membandingkan dengan kehidupan saya, dengan keluarga yang penuh canda dan tawa.

Aku kembali tak dapat berkata apapun. memang tidak dapat berkata apa-apa. “Namanya juga hidup, selalu ada masalahnya”, pikirku, lalu bagaimana dengan keluargaku yang kini membuatku tidak dapat lagi membedakan antara kenyataan dan mimpi, tipuan dan kejujuran.

Akhirnya sepanjang cerita singkat terlama itu, aku hanya dapat tersenyum, mengangguk dan menggeleng. Tanpa sepatah kata pun menyinggung cerita itu.

Aku tahu, mama dan de yang ada di situ juga turut mendengarkan, juga turut mencerna baik-baik kenyataan itu. Dan menunggu dengan sabar bagaimana reaksiku. Namun aku juga yakin, mereka pasti mengerti bagaimana jika berada dalam posisiku. Yang tak dapat mengucap apapun.

Hidup tiap orang memang berbeda, bermacam-macam, dan kita tak akan pernah tahu kejutan macam apa yang disiapkan sang Pencipta untuk kita hadapi….

»»  READMORE...

tawa palsu


Samarinda, 16 Oktober 2008, Kamis

Jemariku kembali menari di atas tuts yang berhamburan. Entah apa lagi yang kini akan tertulis sepanjang drama kehidupanku ini.

Lalu tiba-tiba ku teringat pada percakapan pagi itu. Percakapan yang menyebalkan. percakapan yang mengundang sejuta kenangan mengganggu itu kembali. Mengusik drama indah hari ku pagi itu. Namun memang kuakui, setelah peristiwa 1 tahun lalu itu, tidak ada lagi hari indah. Maksudku benar-benar murni indah. Saat senyum adalah hal biasa, tawa adalah kebutuhan. Namun sekarang, semua itu langka. Senyum adalah harta karun, tawa menjadi impian di ujung pelangi.

Walau tawa canda itu masih ada, namun semua terasa palsu ketika kenangan itu kembali menyapa.

Namun aku selalu bersyukur dan berdoa, semoga percakapan pagi itu tak menyulut api benci seperti dahulu. Karena walaupun hanya dusta, walau hanya palsu, aku bahagia berada di tengah tawa canda itu.


»»  READMORE...